PDIP – Gerindra Saling Bongkar Soal Kenaikan PPN 12 Persen

Pdip gerindra

Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, Dolfie Othniel Frederic Palit (kiri) - Anggota DPR RI, Wihadi Wiyanto (kanan).

Jakarta – Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP, Dolfie Othniel Frederic Palit, membantah pernyataan yang dilontarkan oleh Partai Gerindra mengenai kenaikan PPN 12 persen yang dipicu oleh kebijakan legislatif.

Sebelumnya, Gerindra melalui Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Wihadi Wiyanto, mengklaim bahwa wacana kenaikan PPN 12 persen adalah hasil keputusan legislatif pada periode 2019-2024 dan diinisiasi oleh PDIP.

Namun, Dolfie dengan tegas membantah bahwa Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) adalah inisiatif dari pemerintah yang dipimpin Presiden Joko Widodo.

“UU HPP merupakan UU inisiatif Pemerintahan Jokowi, yang disampaikan ke DPR tanggal 5 Mei 2021 Seluruh fraksi setuju untuk melakukan pembahasan atas usul inisiatif pemerintah atas RUU HPP,” kata Dolfie kepada wartawan, Minggu (22/12/2024).

Dolfie juga mengungkapkan bahwa proses pembahasan RUU HPP melibatkan Pemerintah dan DPR melalui Komisi XI, dan mendapat persetujuan dari delapan fraksi, yakni PDIP, Partai Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, Partai Demokrat, PAN, dan PPP, kecuali PKS.

“UU HPP, bentuknya adalah Ominus Law, mengubah beberapa ketentuan dalam UU KUP, UU PPh, UU PPN, dan UU Cukai. UU ini juga mengatur Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak dan Pajak Karbon,” ujarnya.

Namun, kata Dolfie, pemerintah dapat mengusulkan perubahan tarif tersebut dalam rentang 5 sampai 15 persen. Artinya bisa menurunkan maupun menaikkan.

Dia menuturkan, hal itu sesuai UU HPP pada asal 7 ayat (3), bahwa Pemerintah dapat merubah tarif PPN di dalam UU HPP dengan Persetujuan DPR.

“Tarif PPN dapat disesuaikan oleh pemerintah, baik untuk naik maupun turun, berdasarkan pertimbangan kondisi ekonomi. Pemerintah diberi keleluasaan untuk melakukan penyesuaian tarif dengan persetujuan DPR,” jelas Dolfie.

Dolfie juga menyampaikan bahwa jika pemerintahan di bawah Presiden Prabowo mempertahankan tarif PPN 12 persen, beberapa faktor penting perlu diperhatikan dalam pembahasan APBN 2025, seperti pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, peningkatan lapangan kerja, serta efisiensi belanja negara.

Diberitakan sebelumnya, Wakil ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Wihadi Wiyanto menegaskan wacana kenaikan PPN 12 persen merupakan keputusan Undang-Undang (UU) Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

“Kenaikan PPN 12 persen itu adalah merupakan keputusan Undang-Undang (UU) Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan menjadi 11 persen tahun 2022 dan 12 persen hingga 2025, dan itu diinisiasi oleh PDI Perjuangan,” kata Wihadi dalam pernyataannya yang diterima di Jakarta, Minggu (22/12/2024).

Wihadi, yang juga anggota Fraksi Gerindra, mengungkapkan bahwa Panitia Kerja (Panja) yang membahas kebijakan PPN dalam Undang-Undang HPP tersebut dipimpin oleh anggota Fraksi PDIP.

“Jadi kita bisa melihat dari yang memimpin Panja pun dari PDIP, kemudian kalau sekarang pihak PDIP meminta ditunda ini adalah merupakan sesuatu hal yang menyudutkan pemerintah Prabowo,” ujar anggota Komisi XI DPR RI itu.

Comment