‘Bola Panas’ PPN 12 Persen dari PDIP ke Prabowo, Komisi II DPR Bilang Begini

'Bola Panas' PPN 12 Persen dari PDIP ke Prabowo, Komisi II DPR Bilang Begini

Ilustrasi uang dalam pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen.

Jakarta – Kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen tengah menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bahkan meminta pemerintah Presiden Prabowo Subianto untuk mengkaji ulang terkait kebijakan PPN 12 persen.

Menyikapi hal tersebut, Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Wihadi Wiyanto mengatakan kebijakan kenaikan PPN 12 persen merupakan keputusan Undang-Undang (UU) Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) merupakan produk legislatif periode 2019-2024 dan diinisiasi oleh PDI Perjuangan (PDIP).

“Kenaikan PPN 12 persen itu adalah merupakan keputusan Undang-Undang (UU) Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan menjadi 11 persen tahun 2022 dan 12 persen hingga 2025, dan itu diinisiasi oleh PDI Perjuangan,” kata Wihadi kepada wartawan di Jakarta, pada Minggu, 22 Desember 2024.

Anggota Komisi XI Fraksi Gerindra DPR RI itu menuturkan panitia kerja (panja) pembahasan kenaikan PPN yang tertuang dalam UU HPP saat itu diketuai oleh Fraksi PDIP.

Wihadi menilai, sikap PDIP saat ini terhadap penerapan kebijakan PPN 12 persen bertolak belakang saat membentuk UU HPP tersebut.

“Jadi kita bisa melihat dari yang memimpin panja pun dari PDIP, kemudian kalau sekarang pihak PDIP sekarang meminta ditunda ini adalah merupakan sesuatu hal yang menyudutkan pemerintah Prabowo (Presiden Prabowo Subianto),” nilainya.

Berkaca dari hal itu, terdapat sejumlah kontroversi yang berhubungan dengan Gerindra maupun PDIP. Berikut ini ulasan selengkapnya.

Gerindra: Bukan Prabowo yang Inisiasi PPN 12 Persen

Dalam kesempatan yang sama, Wihani mengingatkan pihak-pihak tertentu untuk tidak menggiring isu kenaikan PPN 12 persen merupakan keputusan pemerintahan Presiden Prabowo.

Wihadi menerangkan, kebijakan PPN 12 persen itu telah menjadi payung hukum yang diputuskan PDIP pada periode 2019-2024.

“Jadi apabila sekarang ada informasi ada hal-hal yang mengkaitkan ini dengan pemerintah Pak Prabowo yang seakan-akan memutuskan itu adalah tidak benar,” terangnya.

Di sisi lain, Wihadi menegaskan Ketum Gerindra itu hanya menjalankan kebijakan PPN 12 persen yang diinisiasi oleh PDIP.

“Yang benar adalah UU ini produk dari pada DPR yang pada saat itu diinisiasi PDI Perjuangan dan sekarang Pak Presiden Prabowo hanya menjalankan,” tegasnya.

PDIP Hanya Tidak Ingin Ada Persoalan Baru

Dalam kesempatan berbeda, Ketua DPP PDIP, Deddy Yevri Sitorus meminta pemerintah untuk mengkaji ulang rencana kenaikan PPN dari 11 menjadi 12 persen.

Deddy selaku anggota Komisi II DPR RI itu menyatakan sikap fraksinya terhadap kenaikan PPN 12 persen itu hanya meminta pemerintah untuk mengkaji ulang dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat saat ini.

“Kita minta mengkaji ulang apakah tahun depan (2025) itu sudah pantas kita berlakukan pada saat kondisi ekonomi kita tidak sedang baik-baik saja. Kita minta itu mengkaji,” ujar Deddy kepada awak media di Jakarta, pada Minggu, 22 Desember 2024.

Deddy menegaskan Fraksi PDIP hanya tidak ingin ada persoalan baru yang dihadapi pemerintah Prabowo imbas kenaikan PPN 12 persen tersebut.

“Jadi, itu bukan bermaksud menyalahkan Pak Prabowo tetapi minta supaya dikaji dengan baik,” tegas Deddy.

“Apakah betul-betul menjadi jawaban dan tidak menimbulkan persoalan-persoalan baru, tetapi kalau pemerintah percaya diri itu tidak akan menyengsarakan rakyat silahkan terus, kan tugas kita untuk melihat bagaimana kondisi,” lanjutnya.

Tuding Sikap PDIP ‘Melempar Bola Panas’ ke Prabowo

Wihadi menilai sikap PDIP saat ini seperti upaya ‘melempar bola panas’ kepada pemerintahan Presiden Prabowo, padahal kenaikan PPN 12 persen yang termaktub dalam UU HPP merupakan produk DPR periode sebelumnya dari PDIP.

“Jadi kami dalam hal ini melihat bahwa sikap PDIP dalam hal PPN 12 persen adalah membuang muka,” nilainya dalam kesempatan yang sama.

Wihadi menegaskan Presiden Prabowo sudah mengkaji kebijakan itu agar tidak berdampak pada masyarakat menengah ke bawah, salah satunya dengan menerapkan kenaikan PPN tersebut dikenakan terhadap barang-barang mewah.

“Sehingga pemikiran Pak Prabowo bahwa kalangan menengah bawah tetap terjaga daya belinya dan tidak menimbulkan gejolak ekonomi, ini adalah merupakan langkah bijaksana dari Pak Prabowo,” tandasnya. (*)

Comment