Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penghapusan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold akan menjadi dasar untuk membentuk omnibus law politik.
Rencana ini akan diwujudkan melalui revisi Undang-Undang Pemilu yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Menurut Zulfikar, pembahasan akan dimulai setelah masa reses DPR berakhir pada 20 Januari 2025.
Ia menekankan bahwa revisi UU Pemilu ini bertujuan menjaga stabilitas politik dan mencegah fragmentasi akibat banyaknya calon presiden dari setiap partai.
Zulfikar menyoroti potensi perubahan besar dalam peta politik nasional. Ia khawatir penghapusan presidential threshold bisa memicu banyaknya kandidat presiden, yang kemungkinan membuat pemilu berlangsung dalam dua putaran atau lebih.
“Putaran kedua bisa menimbulkan dinamika transaksional dan pragmatis dalam pembentukan koalisi. Hal ini berisiko memunculkan praktik politik yang berfokus pada tawaran materi dan pembagian jabatan,” kata Zulfikar, Senin (6/1/2025).
Politikus Partai Golkar itu juga menekankan pentingnya revisi UU Pemilu untuk memperketat aturan partai politik yang dapat ikut serta dalam pemilu.
“Ujian parpol itu seharusnya melalui pemilu, bukan hanya persyaratan administrasi faktual,” tegasnya.
Putusan MK menyatakan bahwa presidential threshold bertentangan dengan hak politik rakyat dan prinsip moralitas serta rasionalitas. Ambang batas ini juga dinilai melanggar Pasal 6A ayat (2) UUD 1945.
Dalam pertimbangannya, MK memerintahkan lima pedoman konstitusional yang harus diikuti DPR dan pemerintah pasca-penghapusan ambang batas, di antaranya:
- Semua partai peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden;
- Usulan calon presiden dan wakil presiden tidak didasarkan pada jumlah kursi di DPR atau perolehan suara nasional;
- Partai politik dapat berkoalisi selama tidak mendominasi dan membatasi jumlah pasangan calon, sanksi bagi Partai yang Tidak Mengajukan Calon;
- Partai yang tidak mengajukan calon presiden dan wakil presiden terancam dilarang mengikuti pemilu berikutnya;
- Dan perumusan UU Pemilu harus melibatkan semua pihak terkait, termasuk partai kecil dan masyarakat sipil, dengan prinsip meaningful participation.
Penghapusan presidential threshold membuka peluang baru dalam demokrasi, tetapi juga menuntut regulasi yang ketat agar sistem politik tetap stabil.
DPR dan pemerintah diharapkan segera merumuskan revisi UU Pemilu yang memperkuat legitimasi proses demokrasi tanpa mengorbankan prinsip keadilan dan keseimbangan politik. (*)
Comment