Jakarta – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman angkat bicara soal lonjakan harga cabai rawit merah yang kini mencapai Rp 95.000/kg di tingkat petani.
Menurutnya, kenaikan harga ini dipengaruhi oleh faktor distribusi, bukan produksi.
Amran menjelaskan bahwa curah hujan yang tinggi menjadi kendala utama dalam rantai distribusi cabai. Meskipun demikian, ia memastikan bahwa produksi nasional masih mencukupi kebutuhan.
“Produksi kita cukup, hanya saja masalahnya ada di distribusi. Curah hujan yang tinggi memengaruhi pengiriman,” ujar Amran di kantor Kementerian Pertanian, Kamis (9/1/2025).
Ia menambahkan, kondisi harga cabai saat ini seharusnya memberikan waktu bagi petani untuk menikmati keuntungan setelah sebelumnya harga sempat jatuh drastis.
“Tiga minggu lalu harga cabai rawit merah anjlok hingga Rp 3.000 per kilogram. Biarlah sekarang petani bisa bernapas sejenak. Kasihan mereka,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Hortikultura, Muhammad Taufik Ratule, mengungkapkan bahwa kebutuhan cabai rawit merah nasional hanya sebesar 1,17 juta ton per tahun, sedangkan produksi mencapai 2 juta ton.
Namun, masalah distribusi menjadi penyebab utama tingginya harga cabai. Menurut Taufik, tidak semua daerah penghasil cabai mampu mendistribusikannya dengan baik ke wilayah lain, apalagi di tengah cuaca ekstrem seperti saat ini.
“Distribusi memang menjadi kendala, terutama saat musim hujan seperti sekarang. Banyak daerah penghasil cabai terkendala logistik karena banjir. Tetapi secara nasional, produksi sebenarnya mencukupi,” jelas Taufik.
Ia juga menyebut bahwa beberapa wilayah pertanian cabai terkena dampak banjir, meski tidak dalam skala besar. Taufik memastikan bahwa panen cabai akan terus berlanjut di beberapa daerah seperti Sumatera dan Sulawesi.
“Cabai itu tersedia setiap saat. Masalahnya hanya logistik. Kami akan memastikan distribusinya lebih lancar,” ujarnya.
Ketua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI), Abdul Hamid, sebelumnya menyebut bahwa lonjakan harga cabai disebabkan oleh gagal panen di beberapa sentra produksi akibat cuaca ekstrem.
“Cuaca buruk menyebabkan banyak petani mengalami gagal panen. Banjir dan hama juga membuat stok menipis, sehingga harga melonjak,” ungkap Abdul Hamid kepada detikcom, Rabu (8/1/2025).
Ia menambahkan bahwa cabai rawit merah sangat rentan terhadap perubahan cuaca. Saat hujan, petani kesulitan memanen karena tanaman mudah rusak dan terserang hama.
“Kalau stok kosong, harga bisa naik drastis. Cabai rawit memang sensitif terhadap iklim,” kata Abdul.
Meski demikian, pemerintah optimistis produksi dan distribusi cabai akan segera membaik seiring berjalannya panen di beberapa wilayah. (*)
Comment