Seminar Nasional MUI: Sejarah Masuknya Islam di Tanah Papua

Seminar Nasional MUI: Sejarah Masuknya Islam di Tanah Papua

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dewan Pimpinan Wilayah Provinsi Papua Barat, menggelar Seminar Nasional Masuknya Islam di Tanah Papua, Jumat hingga Senin (10-13 Januari 2025), berlangsung di Kabupaten Fakfak, Papua Barat.

Fakfak – Papua, dengan segala keberagamannya, telah lama dikenal sebagai rumah bagi berbagai suku, budaya, dan agama. Salah satu komponen penting dari mosaik ini adalah keberadaan Islam di Tanah Papua.

Untuk itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dewan Pimpinan Wilayah Provinsi Papua Barat, menggelar Seminar Nasional Masuknya Islam di Tanah Papua, Jumat hingga Senin (10-13 Januari 2025), berlangsung di Kabupaten Fakfak, Papua Barat.

Kehadiran Islam di Tanah Papua tidak hanya memperkaya khazanah sosial dan budaya, tetapi juga membuktikan bahwa harmoni dapat terjalin dalam keberagaman.

Jejak Sejarah Islam di Papua

Islam pertama kali menjejakkan kakinya di Papua pada 8 Agustus 1360 melalui jalur perdagangan. Dengan muballigh dari Aceh, bernama Abdul Ghaffar.

Dalam peerkembangannya, pedagang-pedagang dari Kepulauan Maluku menjadi pionir penyebaran agama ini ke Fakfak, salah satu wilayah penting di Papua Barat.

Proses penyebaran Islam berlangsung secara damai tanpa konflik, mengandalkan pendekatan persuasif dan akulturasi budaya.

Menurut Ismail Suardi Wekke, seorang peneliti Islam di Papua, penyebaran Islam di wilayah ini menjadi contoh penyebaran agama yang menghormati tradisi lokal.

“Islam datang bukan untuk menggantikan budaya lokal, tetapi untuk berbaur, memperkuat nilai-nilai kearifan lokal yang sudah ada,” jelasnya.

Keunikan Akulturasi Islam dan Budaya Lokal

Salah satu ciri khas Islam di Papua adalah kemampuannya untuk berakulturasi dengan budaya lokal. Tradisi adat Papua tetap dilestarikan dan dipadukan dengan ajaran Islam.

Hal ini terlihat dari berbagai kegiatan keagamaan yang tetap mempertahankan unsur-unsur adat, seperti cara berpakaian, seni tari, dan musik tradisional.

Misalnya, dalam acara pernikahan atau peringatan hari besar Islam, masyarakat Papua sering memadukan ritual adat dengan doa dan tradisi Islami.

Model harmoni ini menciptakan identitas Islam Papua yang unik dan menjadi kebanggaan masyarakat lokal.

Kontribusi Islam dalam Pembangunan Papua

Islam di Papua tidak hanya hadir sebagai identitas agama, tetapi juga sebagai kekuatan pembangunan.

Di bidang pendidikan, lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti pesantren dan madrasah tumbuh pesat, memberikan akses pendidikan yang berkualitas bagi masyarakat lokal.

“Lembaga-lembaga pendidikan Islam di Tanah Papua berperan besar dalam mencerdaskan generasi muda Papua, tidak hanya dalam hal agama tetapi juga ilmu pengetahuan umum,” ujar Ismail Suardi Wekke, akademisi peneliti Islam Papua terkemuka.

Di sektor sosial, umat Islam terlibat aktif dalam berbagai kegiatan kemanusiaan, mulai dari program pengentasan kemiskinan hingga pembangunan fasilitas umum seperti rumah sakit dan pusat kesehatan.

Sementara itu, di bidang ekonomi, komunitas Muslim Papua turut mendorong berkembangnya usaha kecil dan menengah yang berbasis kearifan lokal.

Islam sebagai Jembatan Harmoni di Papua

Keberadaan Islam di Tanah Papua membuktikan bahwa agama dapat menjadi jembatan harmoni di tengah keberagaman. Dengan tetap menghormati adat istiadat lokal, umat Islam di Papua menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat yang plural.

“Islam di Papua adalah contoh konkret bagaimana agama tidak hanya menjadi identitas spiritual, tetapi juga modal sosial untuk membangun kehidupan yang damai, harmonis, dan inklusif,” tutup Ismail Suardi Wekke.

Keberadaan Islam di Papua mengajarkan pentingnya toleransi dan penghormatan terhadap perbedaan, menjadi pelajaran berharga bagi seluruh Nusantara dalam merawat keberagaman.

Comment