Jakarta – Mahkamah Agung (MA) resmi mengadopsi teknologi kecerdasan buatan (AI) dalam sistem penunjukan hakim untuk menangani berbagai perkara.
Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan transparansi dan integritas proses peradilan, sekaligus menghindari polemik serupa kasus vonis bebas Gregorius Ronald Tannur yang sempat mencuat ke publik.
Teknologi ini diterapkan melalui platform Smart Majelis, yang sebelumnya hanya digunakan pada tingkat Mahkamah Agung, namun kini rencananya akan diperluas hingga ke pengadilan tingkat pertama dan banding.
Berikut sejumlah poin penting terkait penerapan sistem AI ini:
- Penunjukan Hakim yang Lebih Transparan
Sistem Smart Majelis berbasis AI memungkinkan penunjukan majelis hakim dilakukan secara otomatis, tanpa campur tangan subjektif dari pimpinan Mahkamah Agung.
Juru Bicara MA, Yanto, menyatakan bahwa platform ini dirancang untuk memastikan keadilan dalam pembagian tugas para hakim.
“Penunjukan majelis hakim sekarang sudah melalui mesin, bukan keputusan Ketua MA lagi. Sistem ini berbasis kemampuan profesional, beban kerja, serta tingkat kompleksitas perkara,” jelas Yanto dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, 15 Januari 2025.
MA berharap langkah ini akan memperkuat akuntabilitas lembaga peradilan di mata publik.
- Ekspansi Hingga Tingkat Pengadilan Daerah
Saat ini, sistem Smart Majelis baru diterapkan di tingkat Mahkamah Agung. Namun, MA telah menyusun rencana untuk memperluas implementasi teknologi ini ke pengadilan tingkat pertama dan banding di seluruh Indonesia.
“Kami ingin seluruh pengadilan di daerah juga menggunakan sistem ini untuk menunjang integritas peradilan hingga ke tingkat akar rumput,” tambah Yanto.
- Solusi atas Kasus Dugaan Suap dalam Vonis Bebas
Penerapan AI ini juga merupakan respons MA terhadap kasus vonis bebas Gregorius Ronald Tannur yang diduga melibatkan suap. Mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rudi Suparmono, dilaporkan menerima suap senilai Rp21 miliar untuk mengatur susunan majelis hakim.
Kasus ini telah menyeret beberapa hakim PN Surabaya, yang kini tengah menjalani proses hukum. Kejaksaan Agung telah menetapkan sejumlah tersangka terkait kasus ini, termasuk pengacara Lisa Rahmat yang diduga menjadi perantara suap.
Harapan Mahkamah Agung atas Implementasi AI
Integrasi kecerdasan buatan melalui Smart Majelis diharapkan dapat meminimalkan potensi korupsi, sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan di Indonesia.
“Dengan teknologi ini, kami ingin memastikan bahwa setiap keputusan pengadilan benar-benar bebas dari intervensi dan sepenuhnya berlandaskan hukum,” tutup Yanto.
Penerapan teknologi AI ini menjadi bukti komitmen Mahkamah Agung untuk mewujudkan sistem peradilan yang bersih, transparan, dan berkeadilan. (*)
Comment