Ribuan Warga Los Angeles Terlantar Usai Kebakaran Hebat Hanguskan Pemukiman

Ribuan Warga Los Angeles Terlantar Usai Kebakaran Hebat Hanguskan Pemukiman

John Adolf, korban yang rumahnya di Altadena rusak akibat Kebakaran Los Angeles, AS. REUTERS/David Swanson

Los Angeles – Ribuan warga Los Angeles terlantar akibat kehilangan rumah usai kebakaran hutan dahsyat di California, Amerika Serikat.

Bahkan, kini mereka menghadapi persaingan ketat untuk mendapatkan tempat tinggal di tengah melonjaknya harga sewa.

Kebakaran ini disebut sebagai salah satu yang paling merusak dalam sejarah, dengan setidaknya 27 orang tewas dan lebih dari 10.000 bangunan di kawasan Pacific Palisades dan Altadena hancur.

Situasi semakin rumit karena kenaikan harga sewa yang drastis dan ketidakpastian penyelesaian asuransi, membuat banyak korban kebakaran terjebak dalam kondisi serba tak pasti.

Dalam wawancara terbaru, sejumlah warga Los Angeles mengungkapkan kesedihan karena kehilangan tempat tinggal mereka.

John Adolph, seorang produser video berusia 48 tahun, adalah salah satu warga Los Angeles, korban kebakaran. Bersama istrinya, dua anak, dan dua anjing, ia terpaksa tinggal sementara di rumah teman sejak rumah mereka di Altadena hancur total akibat Kebakaran Eaton.

“Kami bersyukur selamat, tapi kami benar-benar tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya,” ungkap Adolph.

Meski masih memiliki pekerjaan, ia prihatin dengan nasib keluarga lain yang kehilangan segalanya.

Kini, Adolph dan keluarganya berusaha mencari rumah sewaan, tetapi tantangannya sangat besar.

“Kami punya dua anak dan anjing tua, jadi kami butuh tempat tinggal yang stabil, bukan berpindah-pindah dari hotel ke Airbnb,” katanya.

Setiap kali mereka melihat rumah sewaan, antrean panjang keluarga lain sudah lebih dulu menunggu.

“Ini benar-benar gila. Pasar perumahan jadi semakin tak masuk akal,” tambahnya.

Meski rumahnya diasuransikan, Adolph khawatir dengan lonjakan biaya konstruksi dan tarif asuransi baru yang mungkin akan membuatnya tak mampu kembali tinggal di lingkungannya.

“Kami ingin tetap di sini, tapi semuanya belum pasti. Kami bahkan tak tahu kapan puing-puing bisa dibersihkan untuk memulai lagi,” tuturnya dengan nada sedih.

Comment