Wacana Konsumsi Serangga sebagai Lauk, Kepala BGN Diminta Lebih Berhati-hati

Wacana Konsumsi Serangga sebagai Lauk, Kepala BGN Diminta Lebih Berhati-hati

Ilustrasi Serangga diolah menjadi lauk makanan. © ist.

Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI, Alifudin, mengingatkan agar usulan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) yang mengajukan serangga sebagai lauk dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) dikaji lebih mendalam.

Menurutnya, kebijakan ini harus dipertimbangkan dengan cermat untuk menghindari dampak negatif, terutama bagi anak-anak yang menjadi sasaran utama program tersebut.

Alifudin menyoroti keberagaman budaya dan kebiasaan makan masyarakat Indonesia. Ia menilai bahwa di banyak daerah, terutama yang tidak terbiasa mengonsumsi serangga sebagai lauk, wacana ini berpotensi sulit diterima.

“Tidak semua daerah di Indonesia memiliki kebiasaan atau tradisi memakan serangga. Setiap daerah memiliki ciri khas kuliner yang telah berkembang sesuai dengan nilai budaya dan kebiasaan makan masyarakat setempat,” jelasnya dalam keterangan tertulis, Rabu (29/1/2025).

Selain itu, ia mengingatkan bahwa tidak semua serangga aman untuk dikonsumsi.

“Tidak semua serangga dapat dimakan. Beberapa jenis serangga mengandung racun atau patogen yang dapat membahayakan kesehatan, terutama jika tidak diproses dengan benar,” ujar politisi Fraksi PKS ini.

Menurutnya, aspek psikologis dan preferensi anak-anak juga harus diperhitungkan dalam pengambilan kebijakan. Ia menekankan bahwa pemaksaan konsumsi serangga sebagai lauk dapat menimbulkan ketidaknyamanan yang justru berisiko menghambat keberhasilan program MBG.

“Kebiasaan makan setiap anak berbeda-beda. Ada anak yang sudah terbiasa dengan makan serangga di beberapa daerah tertentu, namun banyak juga yang merasa jijik dan tidak mau memakannya. Perasaan tidak nyaman ini harus dipertimbangkan dalam pengambilan kebijakan, agar tujuan program untuk menciptakan pola makan bergizi tetap tercapai tanpa menimbulkan penolakan,” tambahnya.

Sebagai solusi, Alifudin menekankan pentingnya pendidikan gizi yang lebih luas, dibanding sekadar mengganti lauk dengan serangga.

“Pendidikan tentang pentingnya asupan gizi yang beragam dan seimbang jauh lebih penting daripada sekadar mengganti lauk dengan serangga,” tegasnya.

Ia juga mengimbau agar pihak terkait melakukan kajian mendalam dan berdialog dengan para ahli gizi serta pemangku kepentingan lainnya sebelum mengambil keputusan final mengenai usulan serangga sebagai lauk ini.

“Kebijakan yang diambil harus berbasis pada hasil kajian yang mendalam dan melibatkan semua pihak yang berkepentingan. Hal ini demi menjaga kesehatan, kenyamanan, dan keberagaman budaya masyarakat Indonesia,” pungkasnya.

Comment