Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Irawan, menegaskan pentingnya revisi Undang-Undang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU No. 18 Tahun 2017) agar lebih mencerminkan visi Indonesia dalam melindungi tenaga kerja di luar negeri.
Menurutnya, pekerja migran bukan hanya individu yang mencari nafkah, tetapi juga cerminan citra bangsa di mata dunia.
“Nah, ini juga harus kita jadikan pedoman. Tidak hanya sekadar apakah masalah-masalah dalam RUU yang sedang kita bahas ini mengatasi persoalan terkait PMI, tetapi saya ingin lebih dari itu,” kata Irawan melalui keterangan tertulis yang diterima, Jumat (31/1/2025).
Irawan juga mengingatkan agar DPR tidak hanya memberikan kewenangan penuh kepada eksekutif dalam mengatur pekerja melalui ketetapan menteri.
Ia menilai hal ini dapat mengaburkan tujuan utama dari perlindungan pekerja migran yang seharusnya berlandaskan kebijakan negara yang lebih luas.
“Sehingga syarat-syarat terkait pekerja sangat penting, misalnya memiliki kompetensi, sehat jasmani dan rohani, terdaftar, dan memiliki nomor kepesertaan jaminan sosial. Meskipun ini sebenarnya syarat keberangkatan, yang lebih urgent adalah yang dibutuhkan oleh negara penerima, yaitu kesehatan jasmani dan rohani,” jelas politisi Fraksi Golkar ini.
Lebih lanjut, Irawan menyoroti kasus kriminal yang melibatkan pekerja Indonesia di Jepang, seperti aksi begal yang menimbulkan keresahan masyarakat setempat.
Menurutnya, insiden semacam ini dapat merusak citra pekerja migran Indonesia di luar negeri dan menimbulkan stigma negatif.
“Jangan sampai ada anggapan bahwa pekerja migran Indonesia itu identik dengan begal. Itu bahaya, kita semua akan malu,” tegasnya.
Sebagai langkah konkret, Irawan berharap revisi RUU ini mampu menegaskan bahwa perlindungan pekerja adalah tanggung jawab negara, bukan semata-mata wewenang eksekutif.
Dengan demikian, pekerja migran Indonesia dapat bekerja dengan rasa aman dan tetap membawa nama baik bangsa.
Comment