Jakarta – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) di 25 daerah menjadi sorotan. Anggota Komisi II DPR RI, Muhammad Khozin, menilai hal ini sebagai bukti kurangnya profesionalisme Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menyelenggarakan Pemilu 2024.
Oleh karena itu, ia mendesak agar lembaga tersebut dievaluasi secara menyeluruh.
“Membaca putusan PSU oleh MK, salah satu penyebabnya adalah kinerja KPU yang tidak profesional, terutama dalam administrasi pendaftaran calon,” ujar Khozin kepada media di Jakarta, Selasa (25/2/2025).
Menurutnya, jika KPU bekerja lebih cermat dalam menyusun aturan teknis, berbagai persoalan yang berujung pada PSU dapat dihindari.
Ia mencontohkan kasus Pilkada Tasikmalaya, di mana seorang kandidat yang seharusnya tidak bisa maju karena telah menjabat dua periode tetap diloloskan akibat kesalahan perhitungan masa jabatan.
“Ada kandidat yang sudah dua periode, tapi tetap diloloskan. Seharusnya KPU lebih teliti dan mengikuti aturan hukum yang berlaku, termasuk mempertimbangkan putusan MK sebelumnya,” tambahnya.
Tak hanya KPU, Khozin juga menyoroti kinerja Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang dianggap kurang optimal dalam menjalankan fungsinya.
Ia mencontohkan PSU di Kabupaten Serang dan Mahakam Ulu, yang menurutnya merupakan bukti adanya pelanggaran terstruktur dan masif yang seharusnya bisa dicegah sejak awal.
“Pengawasan Bawaslu terhadap penyelenggaraan Pilkada juga patut dipertanyakan,” tegasnya.
Sebagai tindak lanjut, Khozin menyatakan bahwa Komisi II DPR RI akan mengusulkan pemanggilan KPU dan Bawaslu untuk dievaluasi terkait putusan MK ini.
Langkah ini dinilai penting untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.
Diketahui, MK pada Senin (24/2/2025) telah membacakan putusan atas 40 perkara sengketa hasil Pilkada 2024.
Dari jumlah tersebut, 25 daerah diharuskan menggelar PSU, baik di seluruh tempat pemungutan suara maupun hanya di sebagian TPS.
Comment